Buku pertama yang aku baca di 2025, buku pertama juga yang bikin aku nangis waktu baca ini. Aku sempat lupa kalau review pertama buku ini yang aku baca dan bikin aku tertarik sama buku ini adalah tentang kehidupan penyandang penyakit lepra. Waktu baca baru inget lagi, "Oh iya, ini kan buku yang waktu itu direkomendasiin karena berhubungan dengan penyandang disabilitas".
Bukan tokoh utamanya yang menyandang Lepra, tapi tokoh yang lain. Tapi dengan itu, kita diajak memahami bagaimana mereka diperlakukan oleh masyarakat. Memang benar, respon pertama manusia saat menghadapi hal yang tidak mereka pahami adalah ketakutan. Dari ketakutan inilah konflik dalam cerita Pasta Kacang Merah ini berawal.
Aku salah satu penggemar Japan-literature. Salah satu kelemahan dari novel-novel populer Jepang adalah slow pace dan kadang monoton. Beberapa ada yang meninggalkan kesan membosankan. Tapi karena Pasta Kacang Merah ini punya konflik yang lumayan besar, ritmenya tidak monoton, tapi cerita ini nggak membosankan untuk dibaca. Bahkan rasanya ringan karena bisa selesai dalam waktu singkat. Meskipun ringan, tapi konfliknya lumayan bisa mengaduk-aduk emosi pembacanya (sesaat ngerasa marah, tapi beberapa halaman berikutnya nangis).
Seperti biasa, novel genre slice of life-nya Jepang itu kadang mengandung ilmu mengenai profesi tertentu. Kalo di buku ini, ada resep membuat pasta kacang merah yang sepertinya kalau diikuti bisa bikin kita menikmati pasta kacang merah yang rasanya enak. Selain itu, terjemahan dari Gramedia ini ternyata tidak seaneh dan semenyebalkan novel terjemahan Asia lain yang pernah saya baca. Membuat trauma saya lumayan berkurang dan sekarang saya bisa mulai mempercayai buku terjemahan Asia terbitannya Gramedia.
0 comments:
Post a Comment